Selasa, 05 Februari 2013

MAHASISWA TAWAZUN BERKARAKTER; KEPEMIMPINAN MENUJU INDONESIA BERJAYA



I.          MAHASISWA; EKSPEKTASI DAN REALITA
Seperti orang bilang, mahasiswa adalah orang yang pintar, bisa diperhitungkan, dan bisa dikembangkan. Mahasiswa adalah harapan bangsa, penerus Indonesia untuk arah yang lebih baik. Mahasiswa selalu berkarisma, dan tak kenal lelah dalam setiap tindak tanduknya. Mahasiswa adalah orang yang sopan, menjaga ucapan, perbuatan, bahkan pikiran. Hanya orang-orang terpilihlah yang bisa menjadi mahasiswa, terutama orang yang pintar secara akademis dan cerdas secara emosional. Demikian adalah ekspektasi dari beberapa orang dalam menerjemahkan mahasiswa.
Mahasiswa, terlihat dari tingkah laku, ucapan, dan tersirat pula pikiran mereka, tidaklah semua ekspektasi tersebut sebelumnya adalah benar. Realita mahasiswa saat ini yakni sebagian masih asyik berkutat dengan dunianya sendiri yang sangat abstrak, jauh dari harapan orang-orang yang telah menyuarakan pendapatnya tentang diri mereka. Apa yang terlihat di kampus kebanyakan masih itu-itu saja, tepatnya obrolan ngalor-ngidul tanpa tujuan yang jelas dan lebih bisa dikatakan sia-sia. Mahasiswa masih belum mengoptimalkan fungsi mereka sendiri dengan maksimal. Mereka lebih senang berleha-leha dengan teman sepermainannya, bersenang-senang ke suatu tempat menghabiskan waktu mereka yang sebenarnya begitu berharga namun akhirnya terbuang percuma.
Meskipun telah diekspektasikan sebegitu tinggi oleh orang-orang kebanyakan, realita yang terjadi tak bisa dikatakan sama dengan harapan mereka. Mahasiswa masih memiliki kesadaran rendah dalam hidup mereka sendiri. Untuk itu, agar ekspektasi tak hanya sekedar bohong belaka, mahasiswa hendaknya mulai tergerak hatinya mengubah realita yang mereka alami sekarang. Mahasiswa hendaknya bangkit dari keterpurukan dan akhirnya dapat mengisi harapan para penyuara pendapat positif tentang mereka dengan jalan masing-masing.

II.          MAHASISWA TAWAZUN BERKARAKTER
A.       Mahasiswa dan Kuliah
Ya, mahasiswa adalah pengemban amanah orang tua untuk kuliah, yaitu masuk kelas, mendengarkan dosen, mengerjakan tugas, ujian, praktek kerja, laporan, skripsi, dan akhirnya wisuda. Itu adalah kuliah terjemahan dari mereka, mahasiswa yang berpikir hanya dengan satu sudut pandang. Mereka menerjemahkan kuliah hanya dengan aktivitas-aktivitas rutin yang berkenaan dengan apa yang sedang mereka pelajari setelah mendaftar dan diterima di perguruan tinggi yang mereka masuki.
Mahasiswa yang bertipe seperti ini hanya akan berfokus dalam satu hal, yang penting kuliah. Mereka hanya berpikir untuk menjadi mahasiswa yang “kupu-kupu” atau kuliah pulang-kuliah pulang. Yang terbesit di pikiran mereka hanya hal-hal sederhana dan sebenarnya masih banyak hal yang harusnya mereka perhatikan. Namun, memang seperti inilah tipe mahasiswa tingkat satu, hanya memikirkan tentang kuliah tanpa embel-embel hal lain.
B.        Mahasiswa dan Prestasi
Mahasiswa dengan titel juara kompetisi ini dan itu adalah tipe mahasiswa kedua. Mahasiswa dalam tipe ini dibagi menjadi dua, yaitu mahasiswa dengan titel prestasi akademis dan prestasi non akademis. Pembagian ini sebenarnya berdasarkan minat dan bakat masing-masing mahasiswa yang tentu saja berbeda antara satu dengan lainnya.
Mahasiswa dengan titel prestasi akademiknya terlihat cenderung tenang dan bisa dikatakan “cool”. Tetapi, siapa yang menyangka, dari sikap tenangnya itu, mahasiswa bertitel akademik ini pun memiliki sedikit perasaan yang sulit dipahami oleh orang-orang awam. Mereka yang berfokus pada prestasinya akan semakin berambisi untuk mempertahankan dan meningkatkan apa yang dicapainya. Setidaknya mahasiswa tipe ini sudah memiliki fokus lain, seperti kuliah pada terjemahan mahasiswa tipe pertama. Meskipun yang dituju adalah prestasi akademis, mahasiswa tipe ini memiliki cara-cara untuk meningkatkan hasil yang telah didapatnya dan tak hanya jalan di tempat.
Mahasiswa dengan titel prestasi non akademis cenderung lebih berfokus pada prestasinya sendiri dibanding dengan kuliahnya. Jika memang prestasi non akademis yang diraih mereka memang menghabiskan waktu yang banyak dalam masa pelatihan, kompetisi, maupun masa istirahat sendiri, mahasiswa tipe ini bisa saja mengalami kebosanan dalam kuliah. Berbeda dengan prestator akademis, mahasiswa dengan prestasi non akademis mempunyai pola pikir yang lebih kompleks terhadap apa yang ingin diraihnya daripada hanya mengerjakan dan mengembangkan kuliah rutinnya. Dengan demikian, mahasiswa dengan tipe ini lebih baik memiliki jadwal tersendiri untuk fokus yang berbeda dalam masa belajarnya.
C.        Mahasiswa dan Organisasi
Mahasiswa sangat kental dengan kehidupan organisasinya. Ada banyak organisasi kemahasiswaan yang dibentuk dari berbagai tingkat, misalnya program studi, jurusan, fakultas, universitas, atau bahkan di eksternal kampus. Mahasiswa dengan titel organisasi sangat menjanjikan nampaknya, dan ternyata memang diminati oleh banyak mahasiswa sampai saat ini.
Organisasi di sini diikuti berdasarkan minat masing-masing mahasiswa. Jika seorang mahasiswa berminat di bidang bela diri, semestinya mahasiswa tersebut bisa bergabung di taekwondo, karate, pencak silat, judo, dan masih banyak lain sesuai minat mereka. Dari organisasi lah identitas mereka dapat digali. Segala potensi yang mereka miliki dapat dikembangkan dan dapat diberdayakan. Karena manfaat organisasi ini telah banyak dirasakan oleh mahasiswa-mahasiswa dari waktu ke waktu, benarlah menjadi salah satu jembatan penemuan jati diri mahasiswa serta bekal menghadapi masa depan di masyarakat nantinya.
D.       Mahasiswa dan Kepemimpinan
Sejatinya, setiap orang adalah pemimpin, setidaknya untuk dirinya sendiri. Semua orang memiliki bakat kepemimpinan, namun tergantung bagaimana cara mengendalikan dan mengembangkan milik masing-masing lah yang menjadi penentu selanjutnya.
Salah satu cara mengembangkan kepemimpinan adalah dengan berorganisasi. Tak dapat disangkal, mahasiswa yang mengikuti organisasi lama-kelamaan akan terbiasa dengan bersosialisasi, bernegosiasi, mengatur segala hal, merespon orang lain,menghormati yang lebih tua, dan masih banyak lagi. Dari organisasi, bakal kepemimpinan seseorang akan terus digali hingga akhirnya dari “no one” bisa menjadi “someone”, dari “nothing” bisa menjadi “something”.
Banyak mahasiswa yang berkata akan tidak sanggupdalam memegang amanah karena takut pada awalnya. Seiring perjalanan, mahasiswa tersebut akan mengalami “upgrade”diri dan karakter sehingga dapat menghandel apa-apa yang sebelumnya belum bisa dia hadapi. Kepemimpinan dapat diasah seiring berjalannya waktu dan akan menjadi sangat hebat jika proses dilakukan secara natural. Pada suatu saat, tanpa disadari mereka akan menemukan diri mereka dengan citra yang berbeda, memiliki kepercayaan diri lebih dan karisma sebagai seorang pemimpin.
E.        Mahasiswa dan Kontribusinya
Berbicara mengenai kontribusi, mahasiswa, terlebih aktivis kampus, akan lebih sering terjun ke kampus mereka sendiri, dan terkadang melupakan keadaan sekitar mereka yang sebenarnya membutuhkan sentuhan mereka. Meskipun sudah banyak kegiatan pengabdian masyarakat dari berbagai bidang, seperti pengelolaan sampah, pembuatan kompos, rehabilitasi pasca bencana merapi, dan lainnya yang ada di berbagai daerah, namun mereka masih melupakan satu hal. Mereka melupakan kampung halaman ataupaun daerah sekeliling mereka sendiri.
Mahasiswa (terutama aktivis) yang kebanyakan tinggal jauh dari rumah untuk mengenyam pendidikan tinggi akan cenderung lebih sering ke kampus daripada pulang  ke rumah mereka. Sebenarnya, ilmu yang mereka dapatkan pada saat di perantauan akan lebih baik jika dapat diterapkan ke daerah asal mereka. Setidaknya, begitulah pemikiran orang tua. Mahasiswa yang sekaligus menjadi anak seharusnya menyadari bahwa kontribusi mereka dibutuhkan di masyarakat. Hal itu bisa saja dibutuhkan dalam waktu dekat maupun dalam jangka panjang.
Kontribusi mahasiswa di sini adalah bentuk pengabdian mereka langsung terhadap masyarakat. Apapun yang mereka dapatkan selama masa studi, entah dari bangku formal maupun non formal, kontribusi mahasiswa terhadap masyarakat sangatlah ditunggu. Mahasiswa diharapkan mampu menjadi sosok yang diberi amanah misalnya dalam bentuk konkrit adalah menjadi pengajar TPQ, berpartisipasi dalam kerja bakti, aktif berorganisasi (contoh: Karang Taruna), dan masih banyak lagi. Yang tersebut hanyalah contoh yang sudah ada, sedangkan yang menjadi ekspektasi masyarakat adalah mahasiswa dapat memiliki kontribusi lebih dalam upaya menjadikan lingkungan lebih berkualitas terutama kepribadian, ucapan, tingkah laku, atau lebih tepat lagi  tata kramanya.
F.         Dan Akhirnya, Mahasiswa Tawazun dan Berkarakter
Dari bermacam-macam kompinen-komponen yang berhubungan dengan mahasiswa sebelumnya, dapat kita lihat bahwa mahasiswa masih memiliki kegalauan dalam menjalani hidupnya sendiri. Satu yang menjadi poin penting di sini adalah, tidak semua mahasiswa sama, karena sejatinya setiap manusia memang diciptakan berbeda. Setiap mahasiswa memiliki jalan sendiri, they have their own path. Meskipun begitu, tetap saja harus ada pengontrol dan motivator, dari dalam maupun luar mahasiswa sendiri.
Yang menjadi titik tekan di sini adalah, meskipun setiap mahasiswa memiliki jalan sendiri, cara sendiri, namun mereka pasti memiliki karakter. Dari karakter yang bermacam-macam ini, bukan berarti tidak akan mencapai harapan dari para penyuara pendapat mengenai mahasiswa tadi. Hal ini justru akan menjadi warna dalam pencapaian tujuan mulia tersebut.
Mahasiswa yang sudah memiliki karakter masing-masing tadi tentunya akan memiliki prioritas sendiri. Skala prioritas individu tidak akan sama, ada yang lebih mementingkan di sisi A, ada juga yang memilih mendahulukan sisi Z. Namun demikian, tetaplah mahasiswa tersebut akan membentuk ketawazunan dirinya sendiri. Tawazun, berarti seimbang. Jadi, timbangan ini ukurannya berbeda-beda antara satu orang dengan orang lain. Tidak bisa sama, karena setiap orang memiliki ukuran masing-masing. Mungkin akan menjadi benar-benar tawazun menurut orang-orang kebanyakan jika kuliah, prestasi akademis dan non akademis, organisasi, kepemimpinan, dan kontribusi dapat dilaksanakan secara seimbang. Lihat kembali kemampuan masing-masing, karena pasti ada beberapa fokus yang akan menjadi titik pijak kita. Tidak ada manusia yang sempurna, sehingga tawazun itu adalah menurut versi dan/atau karakter masing-masing.
Akhirnya, setelah mahasiswa mencapai ketawazunan dirinya bersama dengan karakter mereka masing-masing, mereka akan berpikir lebih filosofis lagi. Mahasiswa yang sudah mencapai tingkat tawazun berkarakter akan memikirkan hal-hal yang lebih berat, bahkan tak hanya secara lokal. Semboyan mereka adalah “Think Globally, Act Locally”.
Dari semboyan tersebut, mereka memikirkan hal sebesar NEGARA. Jika mereka hanya terus berpikir untuk memikirkan negara, bukan pemimpin yang bijak namanya. Mereka berpikir dengan dasar negara, namun demikian mereka beraksi mulai dari diri sendiri, baru ke sekitar mereka, dan akhirnya akan terus berkembang hingga akhirnya mencapai tujuan mereka. Itulah mahasiswa tawazun berjiwa kepemimpinan yang dapat mengubah Indonesia menuju kejayaannya.

III.          MAHASISWA PASTI BISA
Dari ulasan sebelumnya, dapat ditarik kesimpulan bahwa mahasiswa sekarang memang belum sepenuhnya dikatakan mampu membuktikan eksistensinya secara keseluruhan sesuai dengan ekspektasi para penyuara pendapat positif mengenai mahasiswa. Namun, bukan berarti tidak mungkin, “Nothing is Impossible”. Segalanya akan menjadi sesuatu, entah itu positif maupun negatif, semua memiliki dua kemungkinan seperti itu.
Untuk itu, sebagai mahasiswa, yang kita harapkan bahwa kita semua adalah mahasiswa tawazun berkarakter dengan harapan dapat menjadikan Indonesia berjaya bisa terwujud, selayaknya kita melakukan usaha. Bukan hanya usaha yang biasa, ini adalah kesempatan yang datang hanya sekali, sehingga sudah seharusnya untuk dimanfaatkan. Semua bisa terjadi, dengan izin Allah tentunya.
Man Jadda Wa Jada. Benar-benar ungkapan yang tepat dalam upaya mencapai suatu tujuan. Jika memang tujuan mahasiswa sudah jelas, maka tinggal melakukan usaha, do’a, dan juga tawakkal. Meskipun kalimat-kalimat tersebut sudah banyak diucapkan oleh orang-orang, namun demikian, itulah formula paling efektif untuk menggapai satu tujuan. Jadi, bukan tidak mungkin untuk menjadi mahasiswa tawazun berkarakter. Mahasiswa pasti bisa, Insya Allah :).

                                                                  Vivy Zuny Mandasari/FKIP Bahasa Inggris UNS 
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar