I.
MAHASISWA; EKSPEKTASI DAN REALITA
Seperti
orang bilang, mahasiswa adalah orang yang pintar, bisa diperhitungkan, dan bisa
dikembangkan. Mahasiswa adalah harapan bangsa, penerus Indonesia untuk arah
yang lebih baik. Mahasiswa selalu berkarisma, dan tak kenal lelah dalam setiap
tindak tanduknya. Mahasiswa adalah orang yang sopan, menjaga ucapan, perbuatan,
bahkan pikiran. Hanya orang-orang terpilihlah yang bisa menjadi mahasiswa,
terutama orang yang pintar secara akademis dan cerdas secara emosional.
Demikian adalah ekspektasi dari beberapa orang dalam menerjemahkan mahasiswa.
Mahasiswa,
terlihat dari tingkah laku, ucapan, dan tersirat pula pikiran mereka, tidaklah semua
ekspektasi tersebut sebelumnya adalah benar. Realita mahasiswa saat ini yakni
sebagian masih asyik berkutat dengan dunianya sendiri yang sangat abstrak, jauh
dari harapan orang-orang yang telah menyuarakan pendapatnya tentang diri
mereka. Apa yang terlihat di kampus kebanyakan masih itu-itu saja, tepatnya
obrolan ngalor-ngidul tanpa tujuan
yang jelas dan lebih bisa dikatakan sia-sia. Mahasiswa masih belum
mengoptimalkan fungsi mereka sendiri dengan maksimal. Mereka lebih senang
berleha-leha dengan teman sepermainannya, bersenang-senang ke suatu tempat
menghabiskan waktu mereka yang sebenarnya begitu berharga namun akhirnya
terbuang percuma.
Meskipun
telah diekspektasikan sebegitu tinggi oleh orang-orang kebanyakan, realita yang
terjadi tak bisa dikatakan sama dengan harapan mereka. Mahasiswa masih memiliki
kesadaran rendah dalam hidup mereka sendiri. Untuk itu, agar ekspektasi tak
hanya sekedar bohong belaka, mahasiswa hendaknya mulai tergerak hatinya
mengubah realita yang mereka alami sekarang. Mahasiswa hendaknya bangkit dari
keterpurukan dan akhirnya dapat mengisi harapan para penyuara pendapat positif
tentang mereka dengan jalan masing-masing.
II.
MAHASISWA TAWAZUN BERKARAKTER
A.
Mahasiswa dan Kuliah
Ya,
mahasiswa adalah pengemban amanah orang tua untuk kuliah, yaitu masuk kelas,
mendengarkan dosen, mengerjakan tugas, ujian, praktek kerja, laporan, skripsi,
dan akhirnya wisuda. Itu adalah kuliah terjemahan dari mereka, mahasiswa yang
berpikir hanya dengan satu sudut pandang. Mereka menerjemahkan kuliah hanya
dengan aktivitas-aktivitas rutin yang berkenaan dengan apa yang sedang mereka
pelajari setelah mendaftar dan diterima di perguruan tinggi yang mereka masuki.
Mahasiswa
yang bertipe seperti ini hanya akan berfokus dalam satu hal, yang penting
kuliah. Mereka hanya berpikir untuk menjadi mahasiswa yang “kupu-kupu” atau
kuliah pulang-kuliah pulang. Yang terbesit di pikiran mereka hanya hal-hal
sederhana dan sebenarnya masih banyak hal yang harusnya mereka perhatikan.
Namun, memang seperti inilah tipe mahasiswa tingkat satu, hanya memikirkan
tentang kuliah tanpa embel-embel hal
lain.
B.
Mahasiswa dan Prestasi
Mahasiswa
dengan titel juara kompetisi ini dan itu adalah tipe mahasiswa kedua. Mahasiswa
dalam tipe ini dibagi menjadi dua, yaitu mahasiswa dengan titel prestasi
akademis dan prestasi non akademis. Pembagian ini sebenarnya berdasarkan minat
dan bakat masing-masing mahasiswa yang tentu saja berbeda antara satu dengan
lainnya.
Mahasiswa
dengan titel prestasi akademiknya terlihat cenderung tenang dan bisa dikatakan
“cool”. Tetapi, siapa yang menyangka,
dari sikap tenangnya itu, mahasiswa bertitel akademik ini pun memiliki sedikit
perasaan yang sulit dipahami oleh orang-orang awam. Mereka yang berfokus pada
prestasinya akan semakin berambisi untuk mempertahankan dan meningkatkan apa
yang dicapainya. Setidaknya mahasiswa tipe ini sudah memiliki fokus lain,
seperti kuliah pada terjemahan mahasiswa tipe pertama. Meskipun yang dituju
adalah prestasi akademis, mahasiswa tipe ini memiliki cara-cara untuk
meningkatkan hasil yang telah didapatnya dan tak hanya jalan di tempat.
Mahasiswa
dengan titel prestasi non akademis cenderung lebih berfokus pada prestasinya
sendiri dibanding dengan kuliahnya. Jika memang prestasi non akademis yang
diraih mereka memang menghabiskan waktu yang banyak dalam masa pelatihan,
kompetisi, maupun masa istirahat sendiri, mahasiswa tipe ini bisa saja
mengalami kebosanan dalam kuliah. Berbeda dengan prestator akademis, mahasiswa
dengan prestasi non akademis mempunyai pola pikir yang lebih kompleks terhadap
apa yang ingin diraihnya daripada hanya mengerjakan dan mengembangkan kuliah
rutinnya. Dengan demikian, mahasiswa dengan tipe ini lebih baik memiliki jadwal
tersendiri untuk fokus yang berbeda dalam masa belajarnya.
C.
Mahasiswa dan Organisasi
Mahasiswa
sangat kental dengan kehidupan organisasinya. Ada banyak organisasi
kemahasiswaan yang dibentuk dari berbagai tingkat, misalnya program studi,
jurusan, fakultas, universitas, atau bahkan di eksternal kampus. Mahasiswa
dengan titel organisasi sangat menjanjikan nampaknya, dan ternyata memang
diminati oleh banyak mahasiswa sampai saat ini.
Organisasi
di sini diikuti berdasarkan minat masing-masing mahasiswa. Jika seorang
mahasiswa berminat di bidang bela diri, semestinya mahasiswa tersebut bisa
bergabung di taekwondo, karate, pencak silat, judo, dan masih banyak lain
sesuai minat mereka. Dari organisasi lah identitas mereka dapat digali. Segala
potensi yang mereka miliki dapat dikembangkan dan dapat diberdayakan. Karena
manfaat organisasi ini telah banyak dirasakan oleh mahasiswa-mahasiswa dari
waktu ke waktu, benarlah menjadi salah satu jembatan penemuan jati diri
mahasiswa serta bekal menghadapi masa depan di masyarakat nantinya.
D.
Mahasiswa dan Kepemimpinan
Sejatinya,
setiap orang adalah pemimpin, setidaknya untuk dirinya sendiri. Semua orang
memiliki bakat kepemimpinan, namun tergantung bagaimana cara mengendalikan dan
mengembangkan milik masing-masing lah yang menjadi penentu selanjutnya.
Salah
satu cara mengembangkan kepemimpinan adalah dengan berorganisasi. Tak dapat
disangkal, mahasiswa yang mengikuti organisasi lama-kelamaan akan terbiasa
dengan bersosialisasi, bernegosiasi, mengatur segala hal, merespon orang
lain,menghormati yang lebih tua, dan masih banyak lagi. Dari organisasi, bakal
kepemimpinan seseorang akan terus digali hingga akhirnya dari “no one” bisa menjadi “someone”, dari “nothing” bisa menjadi “something”.
Banyak
mahasiswa yang berkata akan tidak sanggupdalam memegang amanah karena takut
pada awalnya. Seiring perjalanan, mahasiswa tersebut akan mengalami “upgrade”diri dan karakter sehingga dapat
menghandel apa-apa yang sebelumnya belum bisa dia hadapi. Kepemimpinan dapat
diasah seiring berjalannya waktu dan akan menjadi sangat hebat jika proses
dilakukan secara natural. Pada suatu saat, tanpa disadari mereka akan menemukan
diri mereka dengan citra yang berbeda, memiliki kepercayaan diri lebih dan
karisma sebagai seorang pemimpin.
E.
Mahasiswa dan Kontribusinya
Berbicara
mengenai kontribusi, mahasiswa, terlebih aktivis kampus, akan lebih sering
terjun ke kampus mereka sendiri, dan terkadang melupakan keadaan sekitar mereka
yang sebenarnya membutuhkan sentuhan mereka. Meskipun sudah banyak kegiatan
pengabdian masyarakat dari berbagai bidang, seperti pengelolaan sampah,
pembuatan kompos, rehabilitasi pasca bencana merapi, dan lainnya yang ada di
berbagai daerah, namun mereka masih melupakan satu hal. Mereka melupakan
kampung halaman ataupaun daerah sekeliling mereka sendiri.
Mahasiswa
(terutama aktivis) yang kebanyakan tinggal jauh dari rumah untuk mengenyam
pendidikan tinggi akan cenderung lebih sering ke kampus daripada pulang ke rumah mereka. Sebenarnya, ilmu yang mereka
dapatkan pada saat di perantauan akan lebih baik jika dapat diterapkan ke
daerah asal mereka. Setidaknya, begitulah pemikiran orang tua. Mahasiswa yang
sekaligus menjadi anak seharusnya menyadari bahwa kontribusi mereka dibutuhkan
di masyarakat. Hal itu bisa saja dibutuhkan dalam waktu dekat maupun dalam
jangka panjang.
Kontribusi
mahasiswa di sini adalah bentuk pengabdian mereka langsung terhadap masyarakat.
Apapun yang mereka dapatkan selama masa studi, entah dari bangku formal maupun
non formal, kontribusi mahasiswa terhadap masyarakat sangatlah ditunggu.
Mahasiswa diharapkan mampu menjadi sosok yang diberi amanah misalnya dalam
bentuk konkrit adalah menjadi pengajar TPQ, berpartisipasi dalam kerja bakti,
aktif berorganisasi (contoh: Karang Taruna), dan masih banyak lagi. Yang
tersebut hanyalah contoh yang sudah ada, sedangkan yang menjadi ekspektasi
masyarakat adalah mahasiswa dapat memiliki kontribusi lebih dalam upaya
menjadikan lingkungan lebih berkualitas terutama kepribadian, ucapan, tingkah
laku, atau lebih tepat lagi tata
kramanya.
F.
Dan Akhirnya, Mahasiswa Tawazun dan Berkarakter
Dari
bermacam-macam kompinen-komponen yang berhubungan dengan mahasiswa sebelumnya,
dapat kita lihat bahwa mahasiswa masih memiliki kegalauan dalam menjalani
hidupnya sendiri. Satu yang menjadi poin penting di sini adalah, tidak semua
mahasiswa sama, karena sejatinya setiap manusia memang diciptakan berbeda.
Setiap mahasiswa memiliki jalan sendiri, they
have their own path. Meskipun begitu, tetap saja harus ada pengontrol dan
motivator, dari dalam maupun luar mahasiswa sendiri.
Yang
menjadi titik tekan di sini adalah, meskipun setiap mahasiswa memiliki jalan
sendiri, cara sendiri, namun mereka pasti memiliki karakter. Dari karakter yang
bermacam-macam ini, bukan berarti tidak akan mencapai harapan dari para
penyuara pendapat mengenai mahasiswa tadi. Hal ini justru akan menjadi warna
dalam pencapaian tujuan mulia tersebut.
Mahasiswa
yang sudah memiliki karakter masing-masing tadi tentunya akan memiliki
prioritas sendiri. Skala prioritas individu tidak akan sama, ada yang lebih
mementingkan di sisi A, ada juga yang memilih mendahulukan sisi Z. Namun
demikian, tetaplah mahasiswa tersebut akan membentuk ketawazunan dirinya
sendiri. Tawazun, berarti seimbang. Jadi, timbangan ini ukurannya berbeda-beda
antara satu orang dengan orang lain. Tidak bisa sama, karena setiap orang
memiliki ukuran masing-masing. Mungkin akan menjadi benar-benar tawazun menurut
orang-orang kebanyakan jika kuliah, prestasi akademis dan non akademis,
organisasi, kepemimpinan, dan kontribusi dapat dilaksanakan secara seimbang.
Lihat kembali kemampuan masing-masing, karena pasti ada beberapa fokus yang
akan menjadi titik pijak kita. Tidak ada manusia yang sempurna, sehingga
tawazun itu adalah menurut versi dan/atau karakter masing-masing.
Akhirnya,
setelah mahasiswa mencapai ketawazunan dirinya bersama dengan karakter mereka
masing-masing, mereka akan berpikir lebih filosofis lagi. Mahasiswa yang sudah
mencapai tingkat tawazun berkarakter akan memikirkan hal-hal yang lebih berat,
bahkan tak hanya secara lokal. Semboyan mereka adalah “Think Globally, Act Locally”.
Dari
semboyan tersebut, mereka memikirkan hal sebesar NEGARA. Jika mereka hanya
terus berpikir untuk memikirkan negara, bukan pemimpin yang bijak namanya.
Mereka berpikir dengan dasar negara, namun demikian mereka beraksi mulai dari
diri sendiri, baru ke sekitar mereka, dan akhirnya akan terus berkembang hingga
akhirnya mencapai tujuan mereka. Itulah mahasiswa tawazun berjiwa kepemimpinan
yang dapat mengubah Indonesia menuju kejayaannya.
III.
MAHASISWA PASTI BISA
Dari
ulasan sebelumnya, dapat ditarik kesimpulan bahwa mahasiswa sekarang memang
belum sepenuhnya dikatakan mampu membuktikan eksistensinya secara keseluruhan
sesuai dengan ekspektasi para penyuara pendapat positif mengenai mahasiswa.
Namun, bukan berarti tidak mungkin, “Nothing
is Impossible”. Segalanya akan menjadi sesuatu, entah itu positif maupun
negatif, semua memiliki dua kemungkinan seperti itu.
Untuk
itu, sebagai mahasiswa, yang kita harapkan bahwa kita semua adalah mahasiswa
tawazun berkarakter dengan harapan dapat menjadikan Indonesia berjaya bisa
terwujud, selayaknya kita melakukan usaha. Bukan hanya usaha yang biasa, ini
adalah kesempatan yang datang hanya sekali, sehingga sudah seharusnya untuk
dimanfaatkan. Semua bisa terjadi, dengan izin Allah tentunya.
Man Jadda Wa Jada. Benar-benar ungkapan yang tepat dalam upaya mencapai suatu tujuan.
Jika memang tujuan mahasiswa sudah jelas, maka tinggal melakukan usaha, do’a,
dan juga tawakkal. Meskipun kalimat-kalimat tersebut sudah banyak diucapkan
oleh orang-orang, namun demikian, itulah formula paling efektif untuk menggapai
satu tujuan. Jadi, bukan tidak mungkin untuk menjadi mahasiswa tawazun
berkarakter. Mahasiswa pasti bisa, Insya Allah :).
Vivy Zuny Mandasari/FKIP Bahasa Inggris UNS
Tidak ada komentar:
Posting Komentar