Jumat, 27 Juli 2012

AKU NGGAK PUNYA IDE: Sebuah awal dari segala perubahan

         Aku berdiri di atas panggung sambil membawa piala. Kulihat wajah bangga dari kedua orang tua dan teman-temanku di bangku penonton. Aku masih belum mengerti, kompetisi apa yang telah kumenangkan. Kuputuskan untuk membalik piala yang kupegang. Kubaca tulisan di piala itu. Juara 1 Lomba Menulis……. Belum selesai kubaca tulisan itu mendadak semua menjadi kabur. Lalu entah bagaimana caranya aku berada di sebuah pantai yang sangat indah. Kutarik nafas dalam-dalam sambil menyusuri pasir putih yang begitu mengesankan. Mataku tertuju ke sebuah tempat yang nampaknya nyaman untuk merebahkan diri. Tak sampai satu menit angin pantai yang semilir membuatku memejamkan mata.
         Suara alarm membuatku bangun dari tidur pulasku. Kuraih handphoneku lalu kumatikan alarm yang terus berdering. Kutatap sekitarku, poster-poster kartun di dinding, lemari baju di sudut ruangan, kipas angin di atas meja, dan  bed cover biru langit sebagai alas tidurku. Tak ada hamparan pasir putih yang kuharapkan. Ternyata yang tadi hanyalah mimpi. Mimpi yang aneh, tak jelas, tapi menyenangkan. Kulupakan mimpiku, lalu aku bersiap untuk berangkat ke tempat les, tempat dimana aku menghabiskan waktu liburanku yang begitu lama dan menjemukan. Empat bulan terasa sangat membosankan walau tiap harinya aku jarang di rumah.
         Sesudah melewati keramaian kota, akhirnya sekitar 20 menit aku sampai di tempat les dengan mata sayu karena mengantuk. Karena semua teman sudah berkumpul, pertemuan segera dimulai. Topik yang dibahas kali ini bebas, namun tiba-tiba tertuju pada satu inti, yaitu “CERITA”. Teman-temanku mulai berbicara tentang karya-karya yang telah mereka buat. Sungguh, hal ini membuatku sangat iri pada mereka. Mengapa mereka bisa? Apa saja yang aku lakukan selama ini? Mengapa aku tak bisa? Bagaimana caranya? Beribu pertanyaan mencerca ketidakmampuanku selama ini. Hanya aku yang tak bisa menjawab jika ditanya tentang hasil tulisanku. Mungkin aku memang bisa menjawab, dengan senyum. Ya, hanya itu. Hingga saatnya pulang, aku masih memikirkannya.
        Selama perjalanan menuju rumah, ingatanku tentang “CERITA” mulai berputar di otakku. Banyak sekali temanku yang sudah menghasilkan karya. Bahkan hampir semua temanku telah membuat puisi, cerita, artikel, kerajinan tangan, dan jumlahnya tak cukup satu. Aaaarrrrgggghhhh…. Aku harus bisa seperti mereka! Aku harus kreatif! Bagaimana bisa seorang yang terdaftar di jurusan bahasa tidak mengerti cara menuliskan sesuatu? Tak pantaskah aku masuk jurusan yang telah kupilih? Tapi, bagaimana cara mendapatkan ide? Pertanyaan di kepalaku makin tak terhitung jumlahnya hingga membuat  pandanganku ke arah jalan menjadi sedikit kacau. Untung saja tidak sampai menabrak kendaraan lain. Akhirnya kuputuskan untuk memikirkannya di rumah.
https://encrypted-tbn0.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcQjgnGrmvw3-43BYzHhNPIjxQ3Xi674PhzA4r8XJM3tziYTdFH3Dw
         Di rumah, aku hanya bisa mondar-mandir di ruang keluarga, lalu pindah ke kamar. Aku masih mencari ide, namun tetap tak kutemukan. Payah, olokanku pada diriku sendiri. Kepalaku menjadi pening setelah sekian lama berpikir. Belum ada titik temu. Aku hanya bisa menulis kata “I have no idea” di otakku. Dengan segenap ketidakmampuan kuputuskan untuk mencari ide di lain waktu, barangkali tiba-tiba ada sekilas yang terbesit. Kuberjalan ke kamarku sambil merenungi kepayahanku. Aku bertekad untuk membudayakan menulis sejak saat ini. Berangkat dari tekad ini, aku harus berusaha lebih keras dari yang sebelumnya. Makin  lama berandai-andai, makin lama pula penciptaan karya. Segera bergerak, maka akan kudapati jalan. Sambil mengepalkan tanganku yang gempal, aku meneriakkan tekadku di dalam hati.
         Keesokan harinya, aku masih dengan segenap kobaran semangatku mulai berpikir, apa yang harus kubuat untuk membuktikan eksistensiku kepada semua orang. Karena menulis adalah membuat keabadian. Tulisan seseorang yang telah lama meninggal pun pasti akan terus dikenang, dan yang paling penting adalah manfaat yang bisa diambil dari tulisan tersebut. Makin lama kuberpikir, makin keras perutku berbunyi. Perutku keroncongan. Ya, benar saja, aku belum sarapan. Satu, dua, tiga, empat. Dalam hitungan empat menit aku telah menyelesaikan sarapanku. Perut terisi, seharusnya otak mengikuti. Kuputuskan untuk masuk kamar dan berguling-guling mencari inspirasi. Mungkin orang yang melihatku akan tertawa, tetapi ini adalah salah satu cara ampuhku untuk mencari ide tanpa disertai rasa kantuk.
         Tiba-tiba ibuku lewat dan melihat tingkah anehku. Beliau hanya tersenyum dan melanjutkan kegiatan rutin di dapur. Setelah melihat ibuku tersenyum dan masuk dapur, aku justru berlari kecil mengikuti ibuku ke dapur yang hanya muat untuk dua orang saja. Ya, aku lebih tertarik untuk memasak, barangkali saat memasak akan muncul ide-ide yang brilian. Dua tiga. Tiga jam kulalui dengan hanya memotong wortel, buncis, dan sebagainya. Kemana perginya ide? Dari mata turun ke hati kah? Ups, itu kan salah satu jenis ide. Tapi sudah banyak yang membuat tentang hal itu. Ahhh, cukup dulu untuk hari ini. Sepertinya aku sudah mulai bertambah aneh.
         Hari berikutnya, aku bertekad untuk membuat outline. Meskipun yang ada di kepalaku lagi-lagi hanyalah “I have no idea”. Aku mengambil secarik kertas dan mulai menulis. Tiga kata yang paling penting segera hadir di pikiranku. Pembukaan, isi, penutup. Pidato banget, batinku pada diri sendiri. Yang penting sudah membuat kerangka, sudah lumayan. Dan akhirnya, hari ini aku hanya mendapatkan tiga kata untuk awal perjalanan kisahku. Entah kapan lagi akan kudapatkan lagi inspirasi itu. Inspiration, where are you?
Keesokan harinya, aku yang telah mendaftarkan diri ke sebuah seminar kepenulisan segera bergegas merapikan penampilanku. Bismillah, berangkat ke seminar itu, aku bertekad untuk menggenggam sebuah pelajaran yang wajib aku terapkan sepulang dari sana. Tak bertemu siapa-siapa. Memang, ini tujuanku, aku hanya ingin menampar diriku sendiri tanpa bantuan teman di sampingku. Malu yang kumiliki tak ingin kuberitahukan kepada temanku. Aku sudah membulatkan tekad, maka aku harus memaksimalkan potensi.
         Sepulang dari seminar, aku terngiang kembali perkataan pembicara. “Jadikanlah sekitarmu inspirasi. Apapun yang kau temukan di lingkungan sekitarmu adalah inspirasi. Semua hal yang ada di sekitarmu bisa menjadi cerita, meskipun banyak kategori cerita yang mungkin akan terbentuk. Fiksi bisa, non fiksi atau ilmiah pun bisa. Tinggal pasang mindset yang sesuai dengan diri kalian masing-masing. Selamat Berkarya!”. Benar-benar menginspirasi.
         Akhirnya, ideku bisa muncul. Apa ya? Hehe. Ya, sekarang ideku bak ombak yang selalu mendekati pantai. Meskipun habis di pantai, namun masih ada ombak yang datang lagi untuk menyusul rekan ombak yang telah berakhir tadi. Artinya, ide memang selalu datang, namun di waktu yang lain ide dengan kemasan berbeda juga datang menyusul di ide-ide sebelumnya. Dan demikianlah akhir dari cerita sebuah kekosongan ide yang sebenarnya merupakan awal dari segala karya yang nantinya akan kubuat, insya Allah.